Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno, mengatakan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi harus segera dievaluasi. Karena itu, ia merespons positif rencana pemerintah membatasi pembelian BBM subsidi per 17 Agustus 2024.
“Sudah kami suarakan agar subsidi BBM dievaluasi karena 80 persen pengguna pertalite dan solar bersubsidi adalah masyarakat kalangan mampu yang tidak berhak,” kata Eddy ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis, 11 Juli 2024.
Padahal, Eddy menambahkan, biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi BBM cukup besar. Tahun ini saja, ia berujar, mencapai Rp 163 triliun. “Kalau 80 persennya digunakan orang mampu, kan besar sekali (bocornya)” kata Eddy.
Kendati demikian, Eddy meminta agar pemerintah melakukan sosialisasi rencana pembatasan pembelian BBM subsidi dengan baik. Tujuannya, agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Selain itu, agar tidak ada kesalahan pemahaman bagi masyarakat yang memang berhak menerima. “Seperti UMKM, ojek online, angkot, kan tetap berhak menerima,” ujar dia.
Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mengatakan, pembatasan pembelian BBM bersubsidi mesti diimplementasikan melalui revisi aturan, yakni Perpres 191 Tahun 2014. “Supaya tercatat kriteria siapa saja yang berhak menerima dan apa sanksinya bagi mereka (yang tidak berhak) tapi membeli BBM bersubsidi,” tutur Eddy.
Sebelumnya, sinyal pembatasan pembelian BBM bersubsidi disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Selasa kemarin. Melalui unggahan di akun Instagram resminya, Luhut menyatakan pemerintah akan memulai pembatasan ini pada 17 Agustus 2024. “Orang yang tidak berhak dapat subsidi bisa kita kurangi,” kata Luhut, dikutip dari Instagaram @luhut.pandjaitan.
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk menekan pemborosan anggaran. Sebab, pemerintah harus menjaga stabilitas dan keseimbangan anggaran negara. Terlebih, ia menyampaikan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini diproyeksikann lebih besar ketimbang target yang ditetapkan. Hal ini seiring dengan pendapatan negara yang diproyeksi tidak mencapai target. Pasalnya, kata Luhut, setoran PPh badan dari perusahaan-perusahaan berbasis komoditas yang terdampak penurunan harga bakal merosot.