
Gerakan sosial merupakan salah satu fenomena penting dalam dinamika masyarakat. Ia menjadi wadah bagi sekelompok orang untuk menyuarakan perubahan sosial, politik, ekonomi, atau budaya. Dalam kajian sosiologi, ada beberapa teori yang dikembangkan untuk memahami bagaimana dan mengapa gerakan sosial muncul serta berkembang. Berikut adalah lima teori gerakan sosial yang penting untuk dipahami:
1. Teori Deprivasi Relatif
Teori ini menyatakan bahwa gerakan sosial muncul karena ketidakpuasan atau perasaan ketidakadilan di antara individu atau kelompok. Ketika orang merasa bahwa mereka dirugikan dibandingkan dengan kelompok lain atau kondisi yang ideal, mereka terdorong untuk bertindak.
Contoh: Munculnya gerakan buruh karena ketimpangan upah dan kondisi kerja yang buruk dibandingkan dengan manajemen perusahaan.
Kritik: Tidak semua orang yang mengalami ketidakadilan ikut serta dalam gerakan; maka, perasaan tidak puas saja tidak cukup menjelaskan partisipasi.
2. Teori Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilization Theory)
Teori ini menekankan bahwa keberhasilan gerakan sosial tidak hanya bergantung pada ketidakpuasan, tetapi juga pada kemampuan mengorganisasi sumber daya seperti uang, relasi, media, dan kepemimpinan.
Contoh: Gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat berhasil karena dukungan organisasi, media, dan tokoh seperti Martin Luther King Jr.
Kelebihan: Fokus pada aspek praktis dari organisasi gerakan.
3. Teori Framing
Teori ini melihat bagaimana pemimpin gerakan membingkai isu dengan cara tertentu agar menarik perhatian dan dukungan. Framing menyangkut cara menginterpretasikan realitas sosial dan menyampaikan pesan kepada publik.
Contoh: Gerakan lingkungan hidup yang membingkai perubahan iklim sebagai “krisis eksistensial” untuk mendorong aksi segera.
Catatan: Framing yang tepat dapat memperluas basis dukungan, sedangkan framing yang salah dapat membuat gerakan kehilangan daya tarik.
4. Teori Identitas Kolektif
Teori ini menyoroti pentingnya rasa identitas bersama dalam memobilisasi gerakan. Orang cenderung bergabung dalam gerakan karena mereka merasa memiliki kesamaan nasib, tujuan, atau nilai.
Contoh: Gerakan LGBTQ+ yang tumbuh berdasarkan solidaritas identitas gender dan orientasi seksual.
Implikasi: Emosi dan simbol menjadi elemen penting dalam memperkuat solidaritas.
5. Teori Pergerakan Sosial Baru (New Social Movement Theory)
Berbeda dengan teori klasik yang fokus pada isu ekonomi dan kelas, teori ini menyoroti gerakan yang berfokus pada nilai, budaya, dan gaya hidup. Gerakan ini sering muncul di masyarakat pasca-industri dan lebih bersifat horizontal daripada hirarkis.
Contoh: Gerakan veganisme, gerakan feminisme gelombang ketiga, atau gerakan digital hak privasi.
Kelebihan: Memberi ruang pada isu-isu non-material dan partisipasi luas dari kelas menengah.
Kesimpulan
Memahami teori-teori gerakan sosial membantu kita membaca dinamika perubahan sosial secara lebih tajam. Setiap teori memberikan lensa yang berbeda-beda untuk menganalisis mengapa gerakan muncul, bagaimana ia berkembang, dan apa yang mempengaruhi keberhasilannya. Dalam kenyataan, gerakan sosial seringkali merupakan kombinasi dari beberapa teori ini, bukan hanya berdiri pada satu pendekatan tunggal.