Kalimantan—sebuah pulau yang terkenal dengan kekayaan alamnya—baru-baru ini menjadi sorotan setelah muncul kabar penemuan harta karun senilai Rp15 triliun yang menghebohkan publik. Namun di balik gemerlap temuan tersebut, ada kisah pilu yang justru mengundang rasa iba: sang penemu, yang menjadi kunci dari terungkapnya keberadaan harta luar biasa itu, justru dibiarkan hidup dalam kondisi memprihatinkan.
Harta Karun yang Tersimpan di Perut Bumi
Harta karun tersebut bukanlah kisah fiksi atau legenda lama, melainkan tumpukan benda berharga seperti emas batangan, artefak kuno, hingga permata yang ditemukan terkubur di wilayah pedalaman Kalimantan. Berdasarkan laporan sementara dari para arkeolog dan peneliti, harta ini diduga peninggalan dari kerajaan atau jalur perdagangan kuno yang pernah berjaya di masa silam.
Penemuan ini bermula dari laporan seorang warga lokal bernama Rahman (nama disamarkan), yang secara tidak sengaja menemukan benda mencurigakan saat menggali tanah untuk keperluan berkebun. Setelah dilaporkan ke pihak berwenang dan dilakukan penggalian lebih lanjut, jumlah dan nilai dari harta tersebut mengejutkan semua pihak—diperkirakan mencapai Rp15 triliun.
Sang Penemu yang Terlupakan
Meski penemuan Rahman menjadi kunci utama dari terkuaknya kekayaan bersejarah itu, nasibnya jauh dari kata bahagia. Setelah memberikan informasi dan menunjukkan lokasi, Rahman tak mendapatkan apresiasi yang layak. Ia bahkan mengaku tidak menerima kompensasi apa pun selain “ucapan terima kasih” dari aparat setempat.
“Saya kira akan dibantu hidup saya. Tapi sampai sekarang tetap tinggal di rumah papan, makan seadanya,” ungkap Rahman dalam sebuah wawancara media lokal. Ironisnya, tak sedikit pejabat yang datang ke lokasi penemuan justru tampil glamor dan ikut menikmati sorotan media, sementara Rahman hanya menjadi bayang-bayang dalam kisah megah itu.
Tidak Ada Perlindungan Hukum
Hingga kini, belum ada regulasi yang secara khusus melindungi hak-hak penemu harta karun di Indonesia, terutama jika ditemukan di tanah negara atau hutan lindung. Hal ini menjadi celah besar yang membuat banyak penemu berakhir tidak mendapat bagian apa pun dari hasil temuan mereka.
“Kami sering menemukan kasus seperti ini. Penemu hanya dilibatkan di awal, lalu dilupakan setelahnya,” kata seorang aktivis hukum yang menangani isu masyarakat adat dan eksploitasi sumber daya alam.
Potret Ketimpangan dan Minimnya Apresiasi
Kisah Rahman mencerminkan potret ketimpangan yang masih lekat di negeri ini—di mana mereka yang berjasa tidak selalu dihargai, apalagi disejahterakan. Padahal, tanpa keberaniannya melapor dan membuka lokasi, mungkin harta itu akan tetap terkubur selamanya.
Kisah tragis ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat luas. Apresiasi dan perlindungan terhadap penemu seperti Rahman tak hanya penting sebagai bentuk keadilan, tetapi juga sebagai upaya menjaga semangat warga untuk berkontribusi pada penemuan dan pelestarian sejarah bangsa.